RAHASIA TENTANG UANG SEJATI YANG TIDAK PERNAH DIAJARKAN DI BANGKU SEKOLAH FORMAL
telah kehilangan daya beli lebih dari 98% jika dibandingkan nilainya tahun 1971;
sudah merosot tak kurang dari 89% dalam rentang tahun 2001 hingga 2025; dan
tak ketinggalan, telah anjlok nilainya melebihi 99,99% sejak tahun 1946.
SEMUA MATA UANG FIAT yang biasa kita lihat berwujud KERTAS—atau kini mulai bermetamorfosis menjadi sekedar byte elektronik—telah mengalami PENURUNAN DAYA BELI yang sangat signifikan.
Cara mudah melihatnya adalah dengan mengukur KEMAMPUAN setiap mata uang fiat MEMBELI suatu BENDA RIIL dari waktu ke waktu.
Ketika saya masih SD, dengan Rp150 (seratus lima puluh rupiah) saya sudah bisa membeli sebungkus nasi uduk.
Betul, apa betul?
Perhatikan ilustrasi di atas!
Para ekonom menyebut ini sebagai fenomena INFLASI, yang artinya KENAIKAN HARGA (semata), tanpa penjelasan yang memadai.
Padahal sebenarnya… yang terjadi justru PENURUNAN DAYA BELI sesuatu yang selama ini kita sebut sebagai mata uang fiat.
Dengan kata lain, penyebab harga tampak naik adalah DEPRESIASI NILAI MATA UANG itu sendiri, dan belum tentu karena harga barang yang benar-benar naik.
Informasi seperti ini jarang sekali kita perhatikan, atau bahkan fenomena menurunnya nilai mata uang fiat seolah menjadi sesuatu yang lumrah terjadi.
“Ah masa bodoh. I don’t care,” begitu kata kebanyakan orang.
Padahal, suka tidak suka, kenyataan ini PASTI mempengaruhi KUALITAS (baca: kesejahteraan) HIDUP ANDA dan penduduk dunia pada umumnya.
Lebih parahnya lagi… jarang sekali atau bahkan TIDAK PERNAH ada orang secara sengaja memberitahu Anda tentang kebobrokan “uang” kertas (dan mata uang fiat secara umum).
Sementara itu… EMAS (dan pasangannya: PERAK) yang dulu pernah menjadi UANG sekaligus MATA UANG, ternyata memiliki NILAI YANG STABIL atau cenderung mendekati stabil, jika diukur dengan BENDA RIIL—bukan diukur pakai mata uang fiat yang nilainya pasti turun dari waktu ke waktu tadi.
Bahkan konon daya beli kedua LOGAM MULIA ini justru mengalami trend KENAIKAN dari tahun ke tahun, alias mengalami APRESIASI NILAI (kebalikan dari “depresiasi”).
Sejak 1.400 tahun lalu dapat dibelikan 1-2 EKOR KAMBING. (Lihat HR Bukhari No. 3370)
Bisa dibelanjakan 1 EKOR AYAM pada zaman Khalifah Umar bin Khattab. (Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab)
Sekarang bernilai sekitar Rp7.000.000—TETAP BISA dibelikan 1-2 EKOR KAMBING*
*Harga seekor kambing di Indonesia tahun 2025 berkisar Rp2 juta – Rp4,5 juta, tergantung jenis kambing, ukuran dan lokasi penjualan
Saat ini setara dengan Rp91.000—MASIH MAMPU dibelanjakan 1 EKOR AYAM*
*Harga ayam ras rata-rata Rp.35.000/ ekor, sedangkan ayam kampung sekitar Rp.65.000/ ekor (Sumber: BPS, Survei Harga Perdesaan)
Ajaib, bukan?
Bahkan beberapa ketetapan dalam syariat Islam ditakar dengan Dinar (emas) dan Dirham (perak).
Misalnya nishab ZAKAT MAL, yaitu 20 Dinar—setara 85 gram emas murni, atau 200 Dirham—setara 595 gram perak (Lihat HR. Abu Daud Nomor 1573).
Sampai sekarang ketentuan tersebut TIDAK BERUBAH—dan tak akan diubah sampai kiamat nanti.
Sayangnya… pengetahuan penting seperti ini TIDAK PERNAH DIAJARKAN secara serius dalam kurikulum pendidikan formal sekolah kita.
Setelah membaca buku KERTAS ATAU EMAS?,
← Geser ke kiri / kanan →
Rengky Yasepta lahir di Bandar Agung, Bengkulu Selatan, pada 3 September 1988. Ia menyelesaikan studi S1 di Universitas Sriwijaya, jurusan Teknik Pertambangan, pada tahun 2011. Setelah lulus, Rengky mengawali kariernya dengan bekerja di dua perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Kalimantan dan Bengkulu.
Pada tahun 2024, ia mendapatkan beasiswa Fulbright, salah satu beasiswa bergengsi dari pemerintah Amerika Serikat, untuk melanjutkan studi S2 di Colorado School of Mines (CSM), institusi yang dikenal sebagai universitas terbaik dunia di bidang Mineral & Mining Engineering. Di CSM, Rengky mengambil program studi Mineral and Energy Economics.
Ketertarikannya terhadap emas dan perak bermula pada tahun 2009 ketika ia bergabung dengan sebuah komunitas yang aktif membahas investasi emas. Rasa ingin tahunya yang mendalam kemudian membawanya belajar dari Ustadz Zaim Saidi, seorang tokoh yang dikenal sebagai murid Syaikh Umar Ibrahim Vadillo—pelopor pencetakan kembali Dinar dan Dirham sejak 1992 di Spanyol.
Saat ini Rengky tinggal di Golden, Colorado, Amerika Serikat bersama istri dan kedua anaknya. Anda dapat mengundang Rengky dalam seminar inspiratif seputar topik emas untuk karyawan, mahasiswa, pengusaha, atau pensiunan, di kampus, yayasan, komunitas, atau perusahaan Anda.
Judul : Kertas atau Emas? >> ISBN : 978-623-7207-59-7 >> Jenis Cover : Softcover laminasy glossy >> Tebal Buku: 355 halaman >> Dimensi : 15 x 23 cm >> Kertas : Premium bookpaper 57,5 gr >> Berat : 425 gram >> Penerbit : KMO Indonesia
Buku KERTAS ATAU EMAS? ditulis oleh Rengky Yasepta, founder komunitas MELEK DINAR DIRHAM INDONESIA (grup Facebook 60.000+ anggota), yang merupakan wadah pengenalan (edukasi, saling berbagi informasi) Dinar emas, Dirham perak, dan Fulus tembaga, untuk tujuan muamalah sesuai tuntunan syariat Islam.
Bab 1 Uangkah “Uang” Kita?
Bab 2 Dari Uang ke Mata Uang
Bab 3 Kezaliman “Uang” Kertas
Bab 4 2 in 1
Bab 5 Episode-Episode Terpahit “Uang” Kertas
Bab 6 Siapakah Penguasa Sebenarnya?
Bab 7 Ahmed Soekarno dan Orang-Orang yang “Melampaui Batas”
Bab 8 Melek Finansial Secara Kaffah
Bab 9 Kembalikan Muamalat!
Bab 10 Apa yang Bisa Saya Lakukan?
Berikut 5 alasan mengapa Anda harus membaca buku KERTAS ATAU EMAS?:
1. Nilai Mata Uang Terus Berkurang (Ter-Depresiasi)
Kita semua, termasuk saya dan Anda, PASTI—dan masih terpaksa—menggunakan mata uang fiat (rupiah, dolar, ringgit, rubel, dan lain-lain) yang nilai dan daya belinya terus berkurang dari waktu ke waktu. Para ekonom menyebutnya dengan istilah inflasi, yang pada kenyataannya lebih bermakna merosotnya daya beli mata uang dari waktu ke waktu karena memang nilainya bukan berasal dari benda intrinsiknya. Materi ini bahkan dikemukakan di bagian pengantar buku KERTAS ATAU EMAS?.
2. Kita Dibayangi Krisis Moneter
Para ekonom memang tidak bisa dengan pasti memprediksi kapan krisis moneter akan melanda suatu negara yang menyebabkan kemerosotan parah daya beli mata uang negara tersebut. Namun yang jelas, saat krisis terjadi (seperti pada Zimbabwe atau Venezuela beberapa waktu lalu), tiga butir telur bisa dijual seharga 100 miliar dolar Zimbabwe atau segulung tisu harus ditebus dengan 2,6 juta bolivar Venezuela. Wow!
Kemungkinan terjadinya krisis finansial dalam waktu dekat semakin diperparah dengan meletusnya Perang Rusia vs Ukraina. Pembahasan ini diuraikan dalam Bab “Episode-Episode Terpahit Uang Kertas”.
3. Mata Uang Fiat Dikendalikan Para Bankir Internasional
Mata uang fiat (yang kita kenal berbentuk kertas maupun elektronik) saat ini dikendalikan oleh para bankir dan segelintir elit finansial dunia. Dalam satu Bab khusus buku KERTAS ATAU EMAS? dibahas siapa penguasa sebenarnya dunia ini (tentunya bukanlah presiden atau perdana menteri). Sehingga sewaktu-waktu mereka bisa mengotak-atik nilai dan daya beli mata uang suatu negara, baik disengaja ataupun tidak. Seperti dulu krisis moneter yang melanda Asia, khususnya Indonesia pada tahun 1998. Di atas sudah disebutkan bahwa nilai yang tertera pada mata uang kertas bukanlah nilai intrinsiknya, melainkan nilai “fiat” (persetujuan semata) yang dipaksakan melalui Undang-Undang.
4. Agar Melek Emas Sebagai Pelindung Aset
Kebalikan dari mata uang fiat (kertas, koin logam biasa, maupun elektronik), diakui atau tidak, emas dan perak adalah uang sejati. Kedua logam mulia ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah mata uang dunia. Bagi umat Islam, uang yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan Hadits adalah benda-benda riil yang bernilai secara intrinsik, seperti emas, perak, gandum, jelai, kurma, dan garam. Lihat Bab “2 in 1” (membahas riba dalam mata uang fiat) buku KERTAS ATAU EMAS?.
Tidak pernah ada dalam sejarah kejayaan Islam penggunaan kertas sebagai alat tukar resmi. Jika pun terjadi pada masa Zaid bin Tsabit r.a. (sahabat Nabi), si sahabat segera meminta utusan Khalifah untuk merazianya di pasar dan mengembalikan kertas tersebut kepada pemiliknya agar ditukar langsung dengan koin emas dan perak.
5. Emas Kebal Inflasi
Emas dan perak telah mampu mempertahankan nilai dan daya belinya selama ribuan tahun. Hal ini dibuktikan dengan catatan hadits maupun riwayat terpercaya lainnya pada zaman dahulu. Misalnya dalam sebuah hadits, secara ringkas tersirat bahwa dengan 1 Dinar (koin emas kira-kira seberat 4,25 gram) bisa dibelikan 1-2 ekor kambing. Ajaibnya, dengan jumlah emas yang sama, hingga kini tetap tidak berubah daya belinya (sekeping Dinar emas tetap saja senilai 1-2 ekor kambing).
Buku KERTAS ATAU EMAS? secara runut membahas dua sisi yang berbeda, yaitu MATA UANG FIAT yang kita kenal hari ini (berbentuk kertas, koin logam murahan, dan elektronik) versus EMAS DAN PERAK (sebagai pelindung nilai aset) dan harta sejati yang memiliki nilai intrinsik.
Buku ini kami jual secara ekslusif melalui website resmi penulisnya (https://rengkyyasepta.com/) serta website maupun WhatsApp admin Penerbit KMO Indonesia (0851-4736-8340).
Buat Anda yang langsung TAKE ACTION hari ini, kami akan menghadiahkan Anda bonus ebook keren ini “THE GOLDEN SECRETS: 7 Alasan Mengapa Anda Harus Melek Emas” (senilai Rp.99.000) dan langsung bisa didapatkan ekslusif di halaman awal buku KERTAS ATAU EMAS?.