(Rengky Yasepta, 2024 Fulbrighter MA, Colorado School of Mines)

Seperti pepatah yang mengatakan bahwa “every party has come to an end,” begitu pula keseruan yang saya dan ratusan Fulbrighter lainnya rasakan selama mengikuti rangkaian Pre-Departure Orientation (PDO) dengan tajuk “2024 Fulbright Awards Orientation and Networking” selama dua hari di hotel Shangri-La Jakarta, juga harus berakhir.

Acara ini dibuka langsung oleh Mr. Alan H. Feinstein, Executive Director AMINEF. Beliau mengucapkan selamat kepada para Fulbrighter 2024 yang terdiri dari 54 grantee untuk program Master’s Degree, 37 grantee untuk program Doctoral Degree (PhD), dan 36 grantee untuk program Visiting Scholar, sekaligus memperkenalkan dua orang keynote speaker yakni Ms. Emily Y. Norris, Pejabat Urusan Kebudayaan Kedutaan Besar AS, dan Dr. Ahmad Najib Burhani, seorang peneliti di bidang ilmu sosial, budaya dan kajian agama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Pesan utama yang disampaikan oleh para keynote speaker adalah pentingnya menjalin mutual understanding antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS), di mana para Fulbrighter akanberperan sebagai “citizen diplomat” atau untuk masing-masing negara yang diwakilinya.

Oleh karena itu, mereka berharap agar selain menimba ilmu secara akademik, para Fulbrighter Indonesia diharapkan secara aktif dan proaktif menimba sebanyak mungkin pengalaman di AS baik untuk pertumbuhan secara akademik dan personal, maupun untuk mempererat hubungan dan kerjasama kedua negara sehingga ketika kembali ke Indonesia, para Fulbrighter dapat membawa perubahan positif serta dapat berkontribusi untuk Ibu Pertiwi tercinta, Indonesia.

Acara dilanjutkan dengan pengenalan para Fulbrighter untuk kemudian maju ke atas panggung satu per satu, mulai dari grantee untuk program Master’s Degree, program PhD, maupun Visiting Scholar. Ucapan selamat kepada para Fulbrighter baru ini pun tak hanya berasal dari hadirin di Ballroom A hotel Shangri-La Jakarta, namun juga dari para Fulbright scholar yang saat ini sedang menempuh study atau sudah berkarier di AS melalui video singkat yang ditampilkan di depan layar.

Sesi selanjutnya “Adjusting Life in the US” juga tidak kalah seru. Para alumni Fulbright, antara lain Dr. Kelli Swazey dari AS, Dr. Sena Pradipta, Dr. Natalia Puspadewi, dan Ms. Isna Aulia Fajarini, secara bergantian membahas beberapa topik penting yang terkait dengan cara menjalani “kehidupan baru” di Amerika Serikat. Mulai dari culture shock, menyikapi perbedaan (gaya hidup, agama, kebiasaan, orientasi gender), sexual harassment, diskrimnasi ras dan budaya, tips dan trik mencari akomodasi, cara membeli perlengkapan pribadi, serta seluk-beluk yang terkait dengan cara beradaptasi di lingkungan baru bagi para Fulbrighter yang akan segera bertolak dari Indonesia menuju ke Amerika Serikat.

Tak terasa, waktu pun berlalu begitu cepat. Penutup agenda di hari pertama PDO ini diisi dengan Gala Dinner yang dipimpin kembali oleh Mr. Alan Feinstein yang mempersilakan tiga keynote speaker untuk kembali berbagi pengalaman dan insight menarik secara bergantian, yakni Mr. Jason Rebholz yang menyampaikan ucapan selamat kepada para Fulbrighter selaku perwakilan dari Kedutaan Besar AS, Dr. Muhammad Ali selaku Direktur Middle East and Islamic Studies, University of California, dan Dr. Fitriyanti Pakiding selaku alumni Fulbright Visiting Scholar di Cornell University AS.

Dr. Muhammad Ali menekankan pentingnya setting clear goals dalam menempuh pendidikan tinggi khususnya di negeri orang seperti halnya Amerika Serikat. Meskipun harus fokus dan stay organized pada kegiatan-kegiatan yang berbau akademik, Dr. Ali menyarankan agar para Fulbrighter juga tidak lupa menjaga kesehatan diri, baik secara fisik maupun mental. “Sesekali spending time outdoors dan menyatu dengan alam di AS adalah salah satu pilihan yang dapat ditempuh agar menjaga tubuh dan pikiran tetap enjoy dan sehat,” kurang lebih demikian menurut Dr. Ali.

Di sisi lain sebagai alumni Fulbright, Dr. Fitriyanti Pakiding juga memberikan sudut pandang dan wasiat untuk “adik-adik” juniornya. Menurut Dr. Pakiding, adalah hal yang lumrah jika di awal petualangan di AS nanti para Fulbrighter akan merasa asing dalam beberapa hal. Beliau sendiri pernah merasakan sejenis impostor syndrome, seperti sebuah dialog dalam diri “What if I fail?” atau “Maybe I don’t deserve this”. Namun seiring waktu, hal-hal demikian akan memudar dengan sendirinya, berganti dengan kehidupan dan kebiasaan yang baru.

Pada awalnya mungkin akan sulit memakan meatloaf dan keju karena lidah sudah terbiasa dengan masakan Indonesia yang begitu kaya rempah-rempah, namun nanti juga akan terbiasa dengan sendiri. Atau mungkin merasa challenging ketika disuruh presentasi di depan kelas, lama-lama akan mengalir dengan sendirinya.

Senada dengan pembicara-pembicara hebat sebelumnya, Dr. Pakiding juga berpesan agar para Fulbrighter mampu menyeimbangkan antara academic dan personal life. Membangun relasi dengan orang-orang di luar zona nyaman kita juga sangat bermanfaat, baik dengan sesama Fulbrighter dari seluruh dunia maupun dengan penduduk lokal atau siapapun orang yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari di AS nanti.

Last but not least, beliau mengajak para Fulbrighter agar tidak hanya mengejar prestasi akademik, namun juga menimba pengalaman sebanyak mungkin untuk tujuan personal growth dan cultural exchange yang merupakan bagian dari misi mulia program Fulbright.

PDO hari pertama pun akhirnya ditutup dengan penampilan seni gamelan oleh Dr. Sean “Seno” Hayward dan tim. Mereka membawakan beberapa lagu berbahasa Inggris dan berbahasa Indonesia dengan diiringi seni gamelan. Sorak-sorai pun bergema di Ballroom ketika tiba giliran Dr. Seno membawakan lagu “Zombie” milik grup musik The Cranberries dengan penuh kearifan lokal (baca: diiringi gamelan).

By the way, di sela-sela acara, khususnya pada saat break time, peserta pun sangat antusias membangun network dengan berkenalan atau berfoto ria bersama sesama Fulbrighter yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda dari seluruh Indonesia dan bahkan sebagian dengan Fulbrighter AS yang sedang menjalani pendidikan di Indonesia.

Tak jarang, mereka yang berasal dari provinsi atau daerah yang sama justru baru berkenalannya di event Fulbright ini, seperti yang saya sendiri alami ketika bertemu Dr. I Nyoman Candra, seorang akademisi Universitas Bengkulu, yang merupakan Fulbright Visiting Scholar. Kami sama-sama dari Bengkulu namun baru bertemu dan diperkenalkan oleh Fulbright. 😄

Singkat cerita, PDO hari pertama menyisakan banyak kenangan dan kesan tak terlupakan. Acara yang dikelola oleh AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation)
selaku pengelola program-program Fulbright di Indonesia ini berjalan dengan lancar, elegan, serius, sekaligus santai.

[Bersambung di part 2 ya…!]

Part 2 insya Allah akan membahas keseruan PDO hari ke-2. Stay tuned! 😄

Salam,
Rengky Yasepta
Proud to be a Fulbrighter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *